Beruang Menagih Hutang
(The Bear/The Boor)
Karya Anton Pavlovich Chekhov
Terjemahan Landung Simatupang
Sutradara
: Yudi Syarif
Yulina
: Rian
Ka
u l : Ad i Me r d e k a
Tamu
: Diyo
( NYONYA YULINA SANGAT MURUNG MEMANDANGI POTRET NIKO SUAMINYA,
KAUL, PELAYAN TUA YANG SETIA, BERSAMANYA )
Kaul
: Nyonya, sudah . sudah. Jangan begitu-begitu terus. Ini namanya bunuh diri
pelan-pelan,
relakan
kepergiannya. Nyonya, semua orang bersenang-senang dipagi yang cerah dan segar
ini.
Bahkan kucing pun tahu cara menghibur diri. Jalan melenggak-lenggok ditaman
lalu
melompat
sembunyi, kemudian tiba-tiba melompat lagi menakuti burung-burung. Tapi
nyonya
Yulina setiap hari mengurung diri, dengan muka yang selalu kusut, muram.
Hitunghitung,
.Sudah
satu tahun penuh lho Nyonya tidak pernah lagi keluar-keluar.
Yuli
: Dan aku tidak akan keluar-keluar lagi. Kaul, Kehidupanku sudah berakhir,
Suamiku
meninggal,
terbaring dalam kuburnya, dan aku mengubur diri sendiri dirumah ini, kami
berdua
sama-sama sudah mati Kaul, Mati !..
Kaul
: Naah….Nyonya khan, mulai lagi ! Saya jadi sedih mendengarnya. Memang, tuan
meninggal,
Tapi
mau bagaimana lagi kalau dia memang harus meninggal ? Itu kehendak Tuhan,
nyonya
: dan jadilah kehendak NYA di surga dan di bumi ! Nyonya sudah berkabung waktu
tuan
meninggal dulu, sekarang duka citanya sudah cukup nyonya, masa nyonya mau
nangis
terus,
murung terus seumur hidup ?? Saya juga pernah kehilangan istri Nya, Yah.. apa
boleh
buat,
saya menangis dan berkabung selama kurang lebih satu bulan, itu sudah cukup.
Kalau
saya
terus meraung-raung sepanjang hari, itu kan
berlebihan namanya. Apalagi istri saya itu
mukanya
sudah cukup tua dan cukup jelek….
Nyonya
telah melupakan para tetangga begitu saja, tidak pernah lagi mengunjungi
mereka.
Kalau
mereka datang, nyonya menolak, tidak mau menemui. Nyonya kan masih muda,
cantik,
sehat dan segar. Nyonya hanya perlu lebih merawat diri lagi, dandan yang bagus,
lalu
keluarlah
berjalan-jalan. Di luar sana
banyak Nya pria tampan dan terhormat yang pasti
terpikat
begitu mata mereka melihat nyonya, sungguh, saya jamin. Tapi ya…jangan tunggu
sampai
sepuluh tahun lagi. Anugerah yang bernama kecantikan dan kemudaan itu bukan
sesuatu
yang abadi. Nanti kalau pipi sudah menggantung-gantung kebawah, atau melesak
kedalam,
wah sudah telat !
Yuli
: Diam Kaul…Kau tidak boleh bicara seperti itu, kau khan tahu bahwa sejak Niko
suamiku
meninggal,
kehidupan tidak lagi ada artinya buatku. Aku sudah bersumpah untuk tidak akan
berhenti
berkabung, tidak akan lagi menikmati cuaca terang seumur hidupku. Dengar ?!
Semoga
arwahnya tahu dan melihat betapa besar cintaku padanya. Aku tahu bukan rahasia
lagi
bagimu bahwa Niko sering kejam kepadaku, Kasar, dan bahkan….Serong. Tetapi aku
Kaul,
kesetiaanku kepadanya akan kubawa sampai alam kubur. Biarlah Niko menyaksikan
besarnya
kemampuanku untuk mencintainya dari alam seberang, dia akan melihatku tetap
sama
seperti sebelum ia meninggal.
Kaul
: Wah..Wah, dari pada bicara yang serem-serem begitu, nyonya lebih baik
jalan-jalan saja
di
kebun belakang yang luas itu, bercanda dengan si Beo, si Mencol, Menengok si
Merak….
Yuli
: Oh…Oh…..Uhuk..Uhuk (MENANGIS)
Kaul
: Nyonya…! Nyonya…! Ada
apa? mengapa jadi menangis begini ! Nyonya, Pandanglah saya
nyonya…
Yuli
: Niko sayang sekali pada si Merak, setiap kali dia memandang Merak itu,
wajahnya
bercahaya,
matanya berkilau jernih bagaikan mata bocah. Kaul…Lipat duakan jatah
makannya
hari ini.
Kaul
: Baik Nyonya.
(SUARA
BELL PINTU,
KERAS SEKALI DAN JELEK BUNYINYA)
Yuli
: (KAGET) Siapa itu ? katakan, Aku tidak terima tamu, siapa pun.
Kaul
: Iya nyonya ( KELUAR)
Yuli
: (SENDIRI MEMANDANGI POTRET) Lihatlah Niko, Lihatlah betapa aku bisa mencintai
dan
memaafkanmu….cintaku hanya akan berakhir ketika hidupku di bumi ini berakhir.
(TERTAWA,
SETENGAH MENAGIS) Apa kau tidak malu dengan dirimu sendiri ? Aku
wanita
baik-baik, Istri yang begini setia, Aku mengurung diri dirumah dan setia sampai
mati……
Sedangkan engkau, Hai tua gendut ! Kau mengibuli aku, ada main di sana sini,
sementara
aku kau tinggalkan dirumah berminggu-minggu !
Kaul
: (MASUK, GUGUP),
Nyonya…ada
orang mencari nyonya, dia mau ketemu dengan nyonya….
Yuli
: Kan sudah
kubilang tadi, kau katakan padanya aku tidak terima tamu siapapun setelah
suamiku
meninggal
Kaul
: Sudah nyonya. Saya sudah bilang begitu. Tapi dia tidak mau tahu. Persoalannya
penting
sekali
katanya
Yuli
: Aku tidak akan menemui tamu. Siapapun.
Kaul
: Itu sudah saya bilang padanya berkali-kali. Tapi memang ……kaya setan dia itu
Nya. Dia
malah
maki-maki dan menggasak saya, lalu masuk. Sekarang dia sudah disitu nyonya.
Yuli
: Kurang ajar ! (TERSINGGUNG) suruh dia kesini. (KAUL KELUAR) Sukarnya bergaul
dengan
orang-orang macam itu. Apa yang mereka inginkan ? mengapa selalu saja
mengganggu
ketenangan batinku !, makin lama orang-orang menjadi makin kasar saja.
Kehilangan
perasaan ! (MERENUNG SEBENTAR) barangkali aku memang harus tinggal di
biara.
Tamu
: (SAMBIL MASUK, MEMAKI-MAKI KAUL)
Manusia
goblok ! Banyak cerewet ! Kerbau ! Kunyuk tua !
(KETIKA
MELIHAT YULI, BERUBAH SIKAP MENJADI SANTUN)
Ah,
nyonya. Perkenankan saya memperkenalkan diri kepada nyonya yang terhormat. Nama
saya
andri dan saya pernah jadi tentara (SAMBIL MENGULURKAN TANGANNYA)
saya
terpaksa sedikit mengganggu nyonya karena ada suatu urusan yang sangat penting…
Yuli
: (TIDAK MENGULURKAN TANGAN) Ada
apa ?
Tamu
: Semasa hidupnya, suami nyonya – yang merupakan kenalan baik saya – mempunyai
hutang
250.000.
karena besok pagi saya harus membayar dua angsuran sekaligus, dengan sangat
terpaksa
saya mohon nyonya melunasi pinjaman itu hari ini.
Yuli
: 250.000 ? untuk apa suami saya meminjam uang sebanyak itu dari saudara ?.
Tamu
: Ya, macam-macam, yang jelas dia sering membeli gandum dan beras dengan cara
Berhutang.
Jadi 250.000 itu adalah jumlah hutangnya kepada saya.
Yuli
: Kalau Niko meminjam dari saudara, tentu saja saya akan mengembalikannya.
Hanya saja
saya
meminta maaf karena saat ini saya sedang tidak ada uang. Besok lusa, baru saya
punya
uang
dari penjualan hasil bumi. Selain itu, ini persis tujuh bulan sejak suami saya
meninggal,
sekarang
ini suasana hati saya tidak mengijinkan saya untuk mengurus soal keuangan.
Tamu
: Tapi nyonya, suasana kantong saya membuat saya harus memperoleh uang untuk
membayar
angsuran
besok pagi. Kalau tidak, saya bangkrut.
Yuli
: Saudara akan menerima uang saudara lusa.
Tamu
: Saya memerlukannya hari ini. Bukan lusa !
Yuli
: Maaf sebesar-besarnya. Hari ini saya tidak bisa.
Tamu
: Maaf sebesar-besarnya, saya tidak bisa tunggu sampai lusa.
Yuli
: Tapi bagaimana lagi kalau saya tidak punya uang !
Tamu
: Jadi maksud nyonya. Nyonya tidak bisa bayar ?
Yuli
: Saya tidak bisa.
Tamu
: Itu jawaban nyonya yang terakhir ?
Yuli
: Ya ! itulah.
Tamu
: Betul ?
Yuli
: Betul.
Tamu
: Pasti ?
Yuli
: Pasti
Tamu
: Bagus ! hebat ! terima kasih. (JEDA) bagaimana bisa saya tidak marah-marah!
Dalam
perjalanan
kesini Aku jumpa seorang kenalan… dia bilang, mengapa kau ini selalu kelihatan
marah,
uringan - uringan terus sepanjang waktu. Bagaimana saya akan tersenyum damai
menghadapi
orang-orang yang seenak perutnya sendiri macam ini ! saya sedang sangat
membutuhkan
duit, pagi-pagi kemarin, pagi-pagi buta, saya meninggalkan rumah,
berkeliling
menagih hutang. Tapi, astaga ! tidak seekorpun yang mau bayar. Coba ! apa
pantas
itu ? ketika akhirnya saya sampai kemari, 37 kilometer dari rumah, dan berharap
mendapatkan
uang saya kembali, saya disambut dengan ”suasana hati yang tidak
mengijinkan
menyelesaikan soal-oal keuangan”. Bagaimana saya tidak akan marah-marah
!!!
Yuli
: Saya rasa saya telah menjelaskan keadannya. Lusa setelah saya mendapatkan
uang hasil
penjualan
cengkeh dan tembakau, uang saudara akan saya kembalikan.
Tamu
: Persetan ! saya tidak ada urusan dengan cengkeh dan tembakau nyonya !
Yuli
: Maaf, saudara. Saya tidak terbiasa dengan kata-kata kasar, atau nada-nada
bicara yang
semacam
itu! Saya tidak mau mendengarnya lagi (KELUAR)
Tamu
: Hebat ! sungguh hebat dalih yang dia ajukan : ”suasana hati”….. suaminya mati
kan sudah
tujuh
bulan yang lalu !. Sedih ya sedih. Orang boleh saja sedih. Tapi bagaimana
dengan
kepentinganku
? aku harus membayar angsuran. Besok dua orang akan datang menagih.
(BERTERIAK
KE BAGIAN DALAM RUMAH) : Nyonya, saya tau suami nyonya
meninggal,
nyonya sedang berduka cita dan tembakau nyonya belum dibayar…. Tetapi coba
katakan
: lantas saya mesti bagaimana ? apa saya harus lari terbirit-birit kalau kedua
orang
penagih
itu datang ? Aku managih herman : istrinya bilang dia sedang pergi. Aku pindah
menagih
yaros, ia sembunyi. Lusio malah mengajakku bertengkar sampai hampir-hampir
kulemparkan
dia dari jendela. Blasius bilang sudah sebulan sakit perut, dan yang satu ini…
sedang
terserang “suasana hati”. Gila ! tidak satupun yang mau membayar (JEDA)
Aku
tau sebabnya,.. Aku terlalu baik, terlalu lembut hati, serba maklum, serba
memaafkan,
itulah
sebabnya… Tapi mulai sekarang, lihat saja! Aku tidak lagi bisa dipermainkan. !
Aku
akan
tetap disini sampai dia membayar. Marah betul Aku hari ini ! Sampai sengal
napasku
!….aakhh
! ya tuhan, mataku sampai berkunang-kunang (BERTERIAK) hei kamu, sini !
(KAUL
DATANG)
Kaul
: Ada apa,
tuan?
Tamu
: Ambilkan minum (KAUL PERGI)
Coba,
dimana logikanya ? Aku sangat kepepet, butuh uang dengan segera, tetapi dia
tidak
mau
membayar gara-gara suasana hati yang tidak mengijinkannya mengurus soal-soal
yang
berhubungan
dengan uang ! Dasar logika perempuan ! Cupet !! Itulah mengapa Aku tidak
suka
berembuk dengan perempuan. Aduh… sekujur tubuhku gemetaran, begitu Aku melihat
mahluk
puitis semacam itu, meski dari jauh, aku begitu menggelegak sampai kakiku
kejang
Kaul
: (DATANG MEMBAWA SEGELAS AIR) Nyonya sedang tidak enak badan dan sedang
tidak
terima tamu.
Tamu
: Keluar!
(KAUL
PERGI)
tidak
enak badan dan tidak terima tamu! Baiklah ! kau tidak usah menemuiku ! Aku akan
terus
duduk-duduk disini sampai hutang-hutang dilunasi. Kalau kau tidak enak badan
seminggu,
Aku duduk disini seminggu, kalau kau sulit satu tahun, Aku duduk disini satu
tahun
!…… pokoknya aku harus mendapatkan uangku kembali, nyonya yang terhormat!
saya
tidak akan bisa kau kelabuhi dengan kesedihanmu atau lesung pipimu, kedip
matamu!
Nah
!! (PERGI KE JENDELA) memuakkan! Panasnya keparat, tidak ada yang mau bayar,
semalaman
Aku tidak bisa tidur, dan yang paling menjengkelkan adalah perempuan murung
dengan
segala tetek bengek suasana hatinya ini! Aduh ! Pusing kepalaku! Nyeri !
Baiknya
minum
saja lagi ? ya. (TERIAK) hei kamu ! Sini !!
Kaul
: (DATANG)
Ada
apa ?
Tamu
: Minum !
(KAUL
PERGI)
Aduh!
(MEMANDANG-MANDANG DIRI SENDIRI SAMBIL DUDUK)
Penampilanku
memang tidak karuan. Penuh debu, sepatuku kotor, rambutku acakacakan.
Tentunya
nyonya itu menganggapku orang gelandangan saja. (MENGUAP) memang
tidak
sopan masuk kerumah ini dalam penampilanku yang begini … ah ! peduli amat ! Aku
kan
bukan tamu yang mau mengapeli dia ! Aku disini sebagai penagih hutang. Dan
tidak ada
aturan
berpakaian bagi penagih hutang.
Kaul
: (MENYAJIKAN SEGELAS MINUKMAN) Makin lama tuan makin seenak tuan sendiri !
Tamu
: (MARAH) Apa kamu !
Kaul
: (KEDER) ee..Tidak…tidak apa-apa tuan. cuma…
Tamu
: Tidak tahu ya, siapa yang kau ajak bicara ini ! Tutup mulut busukmu itu !
Kaul
: (KESAMPING)
Wah
ini betul-betul binatang buas, celaka ! padahal sekarang cuma aku dan nyonya
yang
dirumah.
(PERGI)
Tamu
: Betul-betul marah aku! (MENDERUM) rasanya ingin meremas seisi dunia sampai
hancur,
kulumat
jadi serbuk. Bangsat ! Sampai nanar mataku (TIBA-TIBA TERIAK) hei kunyuk
jelek
!
Yuli
: (DATANG DENGAN PANDANGAN LURUH)
Tuan,
saya sungguh tidak terbiasa selama beberapa waktu ini, mendengar suara manusia.
sayaingin
hidup menyepi. Dan saya tidak tahan mendengar teriakan. Saya mohon dengan
hormat
dan sangat, janganlah tuan mengganggu ketenteraman saya.
Tamu
: Bayar utang nyonya, dan saya segera pergi.
Yuli
: Sudah saya katakan kepada tuan dengan bahasa yang jelas dan lugas : saat ini
saya tidak
pegang
uang, tunggulah sampai lusa.
Tamu
: Dan dengan rasa hormat yang sebesar-besarnya telah saya katakan dengan bahasa
yang jelas
dan
lugas pula : saya butuh uang hari ini, bukan lusa.
Yuli
: Tapi apa yang bisa saya lakukan kalau saya tidak punya uang untuk melunasi
tuan?
Tamu
: Jadi nyonya tidak mau membayar sekarang juga ?
Yuli
: Saya tidak bisa.
Tamu
: Kalau begitu, ya saya akan terus tinggal disini. saya akan terus duduk disini
sampai uang
saya
dikembalikan.(DUDUK), jadi.. nyonya mau bayar lusa. Baik, saya akan duduk
begini
ini
sampai lusa (TERLONJAK TIBA-TIBA) hei! Tapi dengarlah : saya kan harus membayar
angsuran
besok pagi ? Ya tidak ?!! Apa nyonya pikir saya cuma melucu, bikin-bikin ?!
Yuli
: Saudara saya mohon tidak berteriak-teriak, ini bukan kandang kuda !
Tamu
: Saya tidak hanya soal kandang kuda, tapi besok saya kan harus bayar angsuran dua macam !
ya
apa tidak !
Yuli
: Saudara ini tidak tahu bagaimana seharusnya berbicara dihadapan seorang
wanita.
Tamu
: Tahu ! aku tahu benar bagaimana harus berperilaku di hadapan wanita
Yuli
: Sama sekali tidak ! saudara kasar dan tidak tahu sopan santun sama sekali,
pria baik-baik
tidak
bicara dengan bahasa semacam itu dengan wanita.
Tamu
: Oo..ini baru kejutan ! Nyonya ingin saya bicara dengan bahasa yang bagaimana
dengan
nyonya?
Bahasa prancis mungkin ? Baik
(DENGAN
LAGAK YANG SANGAT DIFORMAL-FORMALKAN)
madame,
je vous prie ..(madam, sye vu pri)
saya
begitu bahagia bahwa nyonya tidak akan membayar saya… aaah, maafkan saya yang
telah
mengganggu nyonya ! alangkah cerah udara pada hari ini ! Pakaian berkabung yang
nyonya
kenakan itu sangat cocok dan pantas untuk nyonya !
(MEMBUNGKUKKAN
BADAN, MENGHENTAKKAN TUMIT KE LANTAI)
Yuli
: Itu kasar, tolol, sama sekali tidak lucu. !
Tamu
: (MENIRUKAN) itu kasar tolol, sama sekali tidak lucu. Aku tidak tahu bagaimana
menghadapi
wanita, katanya, dengar ! Aku banyak sekali mengenal wanita dengan segala
lekuk
liku mereka. Banyak sekali. Lebih banyak dari burung gereja yang nyonya lihat
sepanjang
hidup. Sudah tiga kali Aku berduel senjata gara-gara perempuan, dua belas
wanita
aku
tolak cintanya, dan cuma sembilan orang yang menampik saya. Aku pernah tolol
dan
konyol,
sentimentil menghadapi wanita. merayu-rayu, melimpahkan sanjungan,
membungkuk-bungkuk,
merangkak-rangkak, melata-lata, Aku pernah tulus bercinta,
menderita
duka lara, berkeluh kesah pada rembulan, Aku pernah bercinta dengan penuh
gairah
asmara, dengan
cinta birahi yang menggila.
Aku
pernah juga berkicau seperti kutilang, berbusa-busa ngomong tentang emansipasi
wanita.
Dan separuh hartaku kuhabiskan untuk memanjakan emosi-emosi kemesraanku. Tapi
sekarang
? Ohoo ! Terima kasih !! Jangan harap nyonya bisa menjerat saya. Pengalaman
pahit
sudah cukup. Bola mata yang hitam berbinar, mata yang sayu memendam birahi,
bibir
merah
membasah, lesung pipit di pipi, cahaya purnama, bisik-bisik mesra, helaan nafas
yang
memberat…alaah..!
sialan ! dengar nyonya, seratus perak pun tidak saya kasih untuk
membayar
semua itu !!!
(MENCEGAH
YULINA YANG TAMPAK HENDAK MEMOTONG
PEMBICARAANNYA)
Nanti
dulu. Jangan salah tangkap. Yang Aku maksudkan bukanlah wanita yang ada
dimukaku
ini, tetapi semua wanita ! Semua ! Yang muda, yang tua, semua sama saja, semua
licik,
semua munafik, penipu paling tengik ! Walaupun, maaf, biasanya ininya
(MENAMPAR
DAHINYA SENDIRI) payah. Tumpul, tidak bisa logis.
Memang
mereka mahluk puitis, melihat luarnya saja, laki-laki pasti terpana, gandrung,
ngebet,
aduuh alangkah haluus, muluus…kuduus bagaikan dewi suci. Tapi coba saja,
intiplah
pikiran dan hatinya. Apa yang kelihatan ? Ha ? Apa nyonya ? Buaya ! Buaya busuk
itu
juga !
(YULINA
YANG PENASARAN MAU MENYELA LAGI)
Nanti
dulu! saya belum selesai, dan yang paling memuakkan, buaya ini merasa bahwa
dialah
mahluk
yang memonopoli penghayatan akan cinta dan kemesraan. Aaassem !! Coba nyonya,
nyonya
boleh menggantung saya dengan kepala di bawah – nah, di paku itu – (MENUNJUK
KE
DINDING) kalau nyonya bisa tunjukkan perempuan yang betul-betul sanggup
mencintai
orang
lain siapapun juga. Pada akhirnya, semua perempuan kan hanya inigin menguasai lakilaki,
memperbudaknya.
Ya tidak ?
Ah..Nyonya
sendiri perempuan, jadi nyonya pasti tau sifat perempuan berdasarkan sifat
nyonya
sendiri. Jawablah dengan jujur demi kehormatan nyonya sendiri. Pernahkah
sepanjang
hidup nyonya bertemu wanita yang betul betul tulus, setia, pantang goyah ?
Tidak
pernah
! cuma perempuan tua yang peot saja yang bisa setia !
Yuli
: Maaf, jadi menurut tuan, siapa yang setia dan tidak goyah dalam hal cinta ?
Tentunya bukan
laki-laki,
kan ?
Tamu
: Ya laki-laki !: laki-laki tentu saja !
Yuli
: Laki-laki
(KETAWA
DENGAN MARAHNYA)
Laki-laki
bisa setia dan tidak goyah dalam hal cinta ! Ini sungguh-sungguh berita gempar.
(PENUH
PERASAAN)
Kau
punya hak apa untuk berkata begitu ?? Laki-laki setia dan tidak goyah !! baik.
karena
pembicaraan
sudah sampai disini, sekarang kau boleh tau. Di antara semua lelaki yang
kukenal,
suamiku adalah yang paling baik, Aku mencintai dia dengan seluruh diriku,
kepadanya
kuserahkan hidupku, usia mudaku, kebahagiaanku, nasib peruntunganku. Aku
mengagumi
dia, memuja dia sampai seperti menyembah berhala.
Lalu,….kau
tau apa yang terjadi tuan yang budiman ? Lelaki terbaik diantara semua lelaki
ini
menipu
dan menghianati aku setiap kali ada kesempatan. Sesudah dia meninggal,
kutemukan
surat
cinta satu laci penuh dari begitu banyak wanita lain. Sementara, ketika dia
masih hidup,
Aku
sering dia tinggalkan sendirian, berminggu-minggu lamanya.
Dia
bercumbu dengan wanita lain didepan mataku, dan jelaslah bahwa dia tidak pernah
mencoba
setia kepadaku. Dia boros-boroskan uangku, dan mentertawakan perasaanku
kepadanya.
Meskipun dia begitu busuk, aku tetap mencintai dia. tetap setia kepadanya….
Bahkan
lebih dari itu, Sampai sekarang, meskipun dia sudah meninggal, Aku tetap setia,
tidak
pernah menyeleweng. Kukuburkan diriku dirumah ini, diantara tembok-tembok itu
buat
selamanya.
Dan aku tidak akan melepas pakaian berkabung ini sampai hari kematianku……
Tamu
: (KETAWA MENGEJEK)
Pakaian
berkabung ! Aduh-aduh… lucu betul! Jadi kau kira aku tidak tau mengapa kau
mengenakan
pakaianmu yang aneh itu dan tidak pernah keluar rumah ? astaga ! saya tau
nyonya
! Betapa misterius ! Oh alangkah puitisnya. lalu nanti akan ada
mahasiswamahasiswa,
anak-anak
muda tak berpengalaman yang melihatmu diambang jendela. Lalu
mereka
akan berkata, “eh dirumah ini ada seorang wanita misterius, yang mengurung diri
dirumah
demi cintanya pada suaminya”. Kau akan jadi terkenal. Dan makin lama para
pemuda
itu akan makin terangsang untuk mendekatimu. Alaah..Aku tau akal-akalan macam
itu
nyonya….
Yuli
: (MELEDAK)
Apa
? berani kau ngomong begitu ?!
Tamu
: Nyonya mengurung diri dalam rumah, tetapi tidak pernah lupa merias wajah.
(MENUNJUK)
itu ! Yang di wajah nyonya itu apa bukan bedak, dan yang itu gincu ?
Yuli
: Berani kau bicara seperti itu ? Dirumahku ??!!
Tamu
: Sst..!! jangan teriak-teriak nyonya, Aku bukan bujangmu. Ijinkan Aku mengatakan
hitam itu
hitam,
putih itu putih. Aku bukan perempuan, dan Aku terbiasa menyatakan pikiranku
tanpa
berputar-putar
(BERTERIAK) jadi jangan berteriak !
Yuli
: Bukan Aku yang berteriak. Tapi kamu, Aku minta, pergilah. Pergi.
Tamu
: Kembalikan uangku. Aku akan pergi.
Yuli
: Aku tidak akan membayarmu.
Tamu
: Kau harus.
Yuli
: Tidak bisa. Pergi. Tinggalkan rumah ini.
Tamu
: Karena aku bukan tunanganmu, bukan pula buruhmu, kau tidak usah berlagak
macammacam,
nyonya
(DUDUK) Aku tidak suka kau berlagak begitu.
Yuli
: (TERSENGAL SAKING MARAHNYA) kau….masih berani duduk ??
Tamu
: Berani, ada apa ?
Yuli
: Aku minta, saudara pergi !
Tamu
: Kembalikan uang saya
(NGOMONG
SENDIRI, MENYAMPING) Penasaran betul aku !… penasaran betul !!
Yuli
: Aku tidak mau bicara dengan orang tidak waras. Aku mohon, pergilah tuan!
(JEDA)
tidak mau pergi ?
Tamu
: Tidak .
Yuli
: Tidak ?
Tamu
: Tidak.
Yuli
: Baik.
(MEMANGGIL)
Kaul !….
(KAUL
DATANG) Kaul, antarkan tuan ini keluar.
Kaul
: (MENDEKATI TAMU)
Tuan….
Sudilah tuan betul-betul pergi kalau sudah diminta pergi…
Tuan
jangan….
Tamu
: (BANGKIT, GARANG) Tutup mulutmu. Siapa yang kau ajak ngomong ini ?
Aku
betot lidahmu nanti!
(KAUL
LARI TERBIRIT-BIRIT)
Yuli
: Dimana kawan-kawanmu yang lain, Kaul ?
Kaul
: (DARI LUAR PANGGUNG) Tidak ada nyonya. Semua sedang keluar.
Yuli
: Ayo tuan. Segera keluar dari rumahku ini !
Tamu
: Agaklah sopan sedikit !
Yuli
: (MENGEPALKAN TANGANNYA)
kamu
ini memang bangsat, beruang biadab, hewan !
Tamu
: (MAJU MENGARAH YULI)
Heh
darimana hakmu menghina aku ?
Yuli
: Ya. Aku menghina kamu. Lalu mau apa ? Kamu pikir aku takut ya ?
Tamu
: Dan kau kira karena kau kebetulan mahluk puitis, lalu kau bisa menghina orang
seenaknya
tanpa
mendapatkan hukuman ? Aku tantang kamu berduel ! Pistol !!
Yuli
: Cuma karena jarimu gemuk-gemuk, kepalamu besar, dan bisa meraung kaya’ kerbau
di
sembelih,
lantas aku takut padamu, hei kerbau ! Beruang ?!!
Tamu
: Setan ! tidak akan kubiarkan seorangpun menghina aku. Ayo, Aku tantang kamu !
Mentang-mentang
kau mahluk lemah, lantas kau pikir Aku tidak tega ?
Yuli
: Kau menantang duel ? Boleh !
Tamu
: Sekarang juga !
Yuli
: Sekarang juga ! almarhum suamiku punya koleksi beberapa pistol, aku ambil,
jangan
lari kamu !
Tamu
: Akan ku bidik dia seperti membidik ayam. Dikiranya Aku ini remaja yang
sentimentil apa !
Kaul
: (MASUK) Oh tuan…tuan, (BERLUTUT DIHADAPAN TAMU)
Jangan
tuan. Kasihanilah saya, orang tua ini. Pergilah segera tuan. Tadi tuan
membentak saya
sampai
jantung saya copot. Sekarang tuan malah mau berduel pistol.
Tamu
: (TIDAK PERDULI) Ya duel, antara laki-laki dan wanita. Inilah yang namanya
persamaan
hak.
Emansipasi. Demi prinsip. Aku harus menembak mati dia. Harus. ini prinsip.
(JEDA)
Tapi,
bukan main hebatnya perempuan itu, wajahnya menyala-nyala, matanya
berkilap-kilap.
Dia
meladeni tantanganku ! Gila !! belum pernah Aku kenal perempuan macam begini
seumur
hidup.
Kaul
: Tuan, pergilah tuan, Aku mohon ! Aku akan mendoakan tuan, Aku janji !
Tamu
: Ini wanita sejati. Wanita idaman. Bukan modelnya perempuan-perempuan lemah,
yang
merengek-rengek, mendesah, dan melenguh-lenguh ! Sungguh sayang. Aku terpaksa
membunuhnya.
Kaul
: (MERATAP) Oh tuan… pergilah .. pergi…
Tamu
: Aku senang padanya, itu jelas. Perempuan penuh pesona…
(YULI
MASUK DENGAN MEMBAWA DUA PISTOL)
Kaul
: Astaga ! Tuhan. Minta ampuun !!! Bagaimana ini ! aduh ngeri aku.
(KABUR
SAMBIL MENUTUP TELINGA DENGAN TANGANNYA)
Yuli
: Nah. Ini pistolnya. Tapi sebelum kita mulai. Tolong jelaskan pada saya
bagaimana cara
menggunakannya
! Baru pertama kali ini Aku menyentuhnya.
Tamu
: (MENGAMATI PISTOL-PISTOL ITU) Begini. Ada
bermacam-macam pistol. Ada
yang
khusus
dibikin untuk duel, misalnya yang bikinan mortimer. Kalau ini…. Ini
sungguhsungguh
pistol
bagis, mahal ..hmmm begini cara menggenggamnya… (BICARA SENDIRI
MENYAMPING)
aduh ! matanya ! Ya tuhan. Matanya !
Yuli
: Begini ?
Tamu
: Betul. Kemudian angkat bagian ini. Ya. Lalu mulailah membidik sasaran…. Ya
begitu.
Kepalamu
ditegakkan sedikit. Itu lengan nyonya harus direngangkan penuh….naah.. begini.
Lalu
jari yang ini nyangkol dan menekan disini…. Hiyyak.! Tapi aturan yang
terpenting
adalah...
jangan tegang, jangan terburu-buru. Nyonya harus menguasai seluruh tangan agar
tidak
gemetar...
Yuli
: Beres ! Kurang enak menenbak-nembak didalam rumah. Mari kehalaman belakang.
Tamu
: Baiklah. Cuma… perlu kuingatkan bahwa aku nanti akan menembak keudara.
Yuli
: Lantas ? Mengapa begitu ?
Tamu
: Sebab ….. sebab, ah ! Itu urusanku !
Yuli
: Oo jadi tuan tidak tega ya ? apa tuan takut ? jangan ! Contohlah aku, aku
tidak akan berkedip
sampai
peluruku melobangi jidatmu. Jidat yang sangat aku benci itu. Jadi kau takut ?
Tamu
: Ya.. Aku takut. Kita batalkan saja.
Yuli
: Omong kosong ! Mengapa kau batalkan ?
Tamu
: Sebab ….. sebab…. Aku…. Jatuh hati padamu.
Yuli
: (KETAWA DENGAN MARAH)
Dia
jatuh hati padaku ! berani-beraninya dia bilang begitu.
(MENUDING
KE PINTU) Pergi dari sini !!!
Tamu
: (MELETAKKAN PISTOL DENGAN MEMBISU, MENGAMBIL TOPINYA DAN
MELANG
KAH KE PINTU, DEKAT PINTU DIA BERHENTI. SELAMA KIRA-KIRA
SETENGAH
MENIT, KEDUANYA SALING PANDANG. KEMUDIAN TAMU ITU
MENDEKATI
YULINA DENGAN LANGKAH BERAT)
Dengar
…. kau masih marah, nyonya ? …. Nama saya Grego… saya juga marah besar,
tapi….
Bagaimana Aku menjelaskannya… soalnya adalah… ehem… terus terang saja…
begini…
(BERTERIAK)
bagaimanapun juga, apakah saya salah mengatakan hal ini padamu ? Sialan !
Aku
jatuh hati! Mengerti ? Malahan hampir jatuh cinta.
Yuli
: Jangan mendekat, benci Aku !
Tamu
: Ya tuhan.. hebatnya wanita ini, sepanjang hidup baru sekarang aku ketemu yang
sedahsyat
ini.
Aku tenggelam . Aku tikus yang masuk perangkap. Tamatlah riwayatku !
Yuli
: Jangan dekat ! Aku tembak nanti !!
Tamu
: Tembak. Tembaklah. Tidak bisa kau bayangkan alangkah bahagianya mati di
hadapan
sepasang
mata yang indah dan ajaib itu. Terbunuh oleh peluru dari senjata yang di genggam
tangan
halus dan gemulai itu….aah ! Aku jadi tidak bisa berfikir. Pertimbangkan dan
putuskanlah
sekarang. Nyonya, karena sekali aku melangkah meninggalkan rumah ini, kita
tidak
akan pernah berjumpa lagi. Kau harus membuat keputusan. Aku keturunan orang baikbaik,
Aku
lelaki jujur, dan penghasilanku lumayan….dan Aku bisa menembak sasaran uang
logam
yang engkau lemparkan keudara….
Yuli
: (KETUS MENGACUNG-ACUNGKAN PISTOL)
Ayolah
duel. Aku tantang kau sekarang !
Tamu
: Pikiranku macet. Otakku mogok. (TERIAK) hai. kunyuk tua ! Air !!
Yuli
: (TERIAK) Ayo bertempur !!!
Tamu
: Aku kalang kabut, jatuh cinta. Seperti mahasiswa semester pertama.
(TIBA-TIBA
MENANGKAP DAN MENGGENGGAM TANGAN YULINA. YULINA
MEMEKIK
KESAKITAN) Aku jatuh cinta padamu (BERLUTUT DI HADAPAN
YULINA)
belum pernah aku mengalami cinta yang sedahsyat ini. Dua belas perempuan aku
tolak,
dan sembilan orang wanita menolakku, tapi belum pernah aku mencintai perempuan
seperti
aku mencintai nyonya sekarang ini.
Aku
menjadi lemah-lembut, lemah, lembek…..Sialan !!! ini memalukan !!! Sudah lima tahun
aku
berhasil tidak jatuh cinta. Aku pernah bersumpah untuk tidak jatuh cinta lagi,
tapi
sekarang…
Mendadak aku tidak bisa berkutik. Nyonya, aku melamarmu. Jadilah istriku.
Mau
apa tidak ? tidak ? baiklah. Kalau tidak mau ya jangan
(BANGKIT
DAN BERJALAN CEPAT KEARAH PINTU)
Yuli
: Tunggu sebentar….
Tamu
: (BERHENTI) Bagaimana ?
Yuli
: Tidak. tidak apa apa… Pergilah kalau mau pergi. Tapi sebentar… Tidak ! Pergi
! Pergi sana !
Aku
benci melihatmu !! Tapi….Nanti dulu !
(MENGGELETAKKAN
PISTOL DI MEJA) Kau tidak tahu bagaimana marahnya Aku !
jari-jariku
sampai kesemutan menggenggam barang jahanam itu !
(MENYEKA
MUKA DENGAN SAPU TANGAN, LALU TIBA TIBA MENGOYAK
SAPU
TANGAN ITU DENGAN GARANG) mengapa Ngejublek di situ. Keluaar…!
Tamu
: Selamat tinggal.
Yuli
: Ya Pergi. Pergi sana…
(TERIAK)
Hai mau kemana itu ? tunggu dulu…. tapi tidak ! Pergilah.
Oookh….
Alangkah marahnya Aku ! Jangan. Jangan dekat-dekat lagi ! awas !
Tamu
: (MENDEKATI DENGAN LANGKAH LAMBAN NAMUN TEGAS)
Nyonya,
betapa marahnya aku hari ini… Aku jatuh cinta seperti anak remaja, Aku
berlutut,
memohon-mohon
padamu, Nyonya Aku mencintai kamu, dan ini satu hal yang paling tidak
ku
inginkan. Besok pagi aku harus membayar angsuran dua macam, dan sekarang kau
membikin
Aku jatuh cinta…..(MERAIH PINGGANG YULI) Untuk ini Aku tidak bakalan
pernah
memaafkan diriku sendiri.
Yuli
: Eh….! Kurang Ajar ! Lepaskan Aku. Aku benci, Aku…..aku tantang kamu !
(MEREKA
BERPELUKAN)
(KAUL
MASUK MEMBAWA KAPAK DI IRINGI BEBERAPA LELAKI LAIN MEMBAWA
PENTUNGAN,
SEKOP, PARANG)
Kaul
: (MELIHAT PASANGAN YANG SEDANG BERMESRAAN ITU)
Ya
..Tuhan !
SELESAI